Senin, 16 April 2012

Album Jazz Indonesia, Melesak Tanpa Promosi



MENYEBUT nama Geliga, ingatan Anda akan langsung tertuju pada sebuah merk balsam gosok. Padahal Geliga yang saya maksud adalah kelompok Jazz dengan idiom Jazz Melayu asal Pekanbaru. Ya! kelompok Jazz fenomenal yang dimotori Eri Bob (piano/keyboard) ini adalah salah satu dari sekian banyak kelompok Jazz Indonesia yang jangankan karyanya, namanyapun asing di kuping orang kebanyakan.

Nasib Geliga tidak berbeda jauh dengan kelompok Ligro, NERA, Canzo, Heaven on Earth, Rhyo-J, Cherokee, Co-P, ataupun Canizaro. Nama-nama kelompok ini secara musikalitas maupun pengalaman bermusiknya sudah tak lagi diragukan, namun nama mereka masih kalah pamor bila dibandingkan dengan kelompok musik bergenre Easy Jazz lain semisal Ecoutez (baca Ekute), Park Drive ataupun Clorophyl yang dari sisi promosi memiliki kesempatan dikenal lebih banyak.

Seperti sudah rembugan sebelumnya, musisi ataupun kelompok Jazz Indonesia  tidak terlalu pusing memikirkan albumnya saat dilempar ke pasar, mencapai Best Seller atau malah jeblok.  Bagi mereka sebuah karya tidak dihitung atas berhasil atau tidaknya karya mereka diterima penikmat musik. Banyak musisi Jazz tanah air memutuskan untuk membuat proyek rekaman sendiri atau merger dengan sesama musisi lalu memasarkannya pada pasar yang sudah jelas. Alasannya lebih ke persoalan kepuasan dalam menghasilkan suatu karya.

Alhasil dengan kondisi seperti itu hasil karya mereka menjadi eksklusif, bahkan menjadi sesuatu yang bernilai yang hanya dapat ditemukan di gerai yang khusus menjual produk CD/kaset Jazz Indonesia ataupun penjualan CD/kaset secara online. Kalaupun ada yang dijual ke pasar bebas biasanya dijual dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Dengan kondisi seperti ini jangan heran bila seorang penikmat musik Jazz yang tidak terlalu rajin berselancar di internet atau bertanya kiri kanan bertanya kepada sesama kolektor bakal ketinggalan musik Jazz terbaru.

Indra Lesmana misalnya. CD Limited Edition yang dikerjakan bersama Prabudidharma dan Gilang Ramadhan bertajuk Kayon “Tree Of Life” tahun 2007 lalu,  pengerjaan albumnya dikerjakan sendiri di Inline Record-Indra Lesmana Music. Konon CD dengan dominasi corak musik Bebop itu dibuat khusus menjelang pertunjukkan Indra Cs ke Jerman. Langkah Indra juga pernah dilakukan sebelumnya oleh kelompok Jazz  4peniti di album ”4peniti” tahun 2005. Kelompok yang didalamnya dibangun oleh Zaki (vokal-gitar), Ammy (biola-mandolin), Ari (drum-piano), Rudy (contra-bass) ini  mengerjakan albumnya sendiri. Album kelompok Jazz asal Bandung  yang setiap kehadirannya selalu disambut publik Jazz ini juga sukses di pasar musik Jazz.

Selain mereka ada kelompok Fusion asal Jakarta, Heaven On Earth yang membuat album Limited dan memasarkannya sendiri, kemudian gitaris asal Denpasar Bali, Koko Harsoe yang merampungkan solo album “Mainan” tahun 2000 dimana dia berjibaku menjadi produser untuk album CD berisi delapan nomor Jazz tersebut. Selebihnya ada juga artist yang sekaligus menjadi produser untuk albumnya namun proses penggarapannya dipercayakan kepada perusahaan lain, sebut saja gitaris GIGI, Dewa Bujana di albumnya ”Nusa Damai” (1997) yang banyak diburu pencinta musik Jazz itu karena keunikan lagunya. Di albumnya Bujana mempercayakan proyeknya kepada Chico & Ira Productions yang pada perkembangannya banyak  mengapungkan musisi handal di negeri ini, seperti keyboardis Krishna Balagita di album “Sign of Eight” yang dirilis tahun 2002. Sedikitnya tercatat musisi tamu seperti Indra Lesmana, Gilang Ramadhan, Dewa Budjana, Tohpati, Indro Hardjodikoro dan  Arief Setyadi mendukung proyek album keyboardis Ada Band tersebut. Meski tergolong mahal penjualan CD ini juga terhitung sukses.

Di luar dua album diatas ada juga musisi/ kelompok yang  membuat album rekaman dibawah bendera  Chico & Ira Productions adalah Simak Dialog pada album ”Baur” (1999) dan ”Trance/Mission” (2008) yang merupakan kerja barengnya dengan Musikriza.

Hal serupa juga diikuti kelompok Jazz asal Pekanbaru, Geliga. Di albumnya ”Instrumental Jazz Melayu Riau” Geliga mempercayakan garapan albumnya kepada MaDAS Enterprise Pekanbaru Riau yang meski dalam hasil tata suara tidaklah begitu prima namun dari sisi musikalitas kelompok yang pernah hadir di helatan musik ”World Jazz” Bandung yang pertama ini patut mendapat acungan jempol.

Seiring dengan perkembangannya lalu muncul label  untuk musik asal New Orleans ini di Indonesia seperti Indie Jazz yang ditahun 2007 lalu mengerjakan album rekaman  kelompok Totong Wicaksono dkk, Canzo. Indie Jazz juga sukses merekamkan proyek kelompok Geliga di tahun yang sama di album ”Dang Bulan Nan Julang (Malay Jazz)”

Beberapa perusahaan-perusahaan rekaman ternama seperti Sony  Music dan BMG Music Indonesia juga ikut andil mengerjakan rekaman musik Jazz tanah air. Sony Music misalnya, perusahaan terkenal ini berhasil mencetak album Dewa Bujana, ”Home”, ”Gitarku” dan ”Samsara” sejak tahun 2005 serta rekaman musisi Jazz senior Dwiki Dharmawan di album ”Nuansa” (2002). Meski tanpa gembar-gembor sebelumnya, CD ini laris manis tanjung kimpul saat di lempar ke pasaran, hal ini boleh jadi dimungkinkan karena nama besar yang disandang Dwiki dan musisi yang juga mendukung proyek Dwiki seperti Dian Pramana Poetra, Oelle Pattiselano, Steve Hunter, David Jones, Mike Stern, Richie Morales, Glenn Willson. Seperti judul albumnya rasanya CD ini benar-benar menambah nuasa baru bagi musik Jazz  tanah air.

Kerjabareng musisi dengan perusahaan rekaman bukanlah harga mati, musisi yang sudah tidak terikat kontrak bisa saja memutuskan mencari perusahaan rekaman sendiri, seperti dilakukan musisi Jazz Tohpati. Gitaris Trisum dan Simak Dialog ini pernah mencetak tiga albumnya bertajuk  ”Tohpati”, ”Serampang Samba” dan ”It’s Time” di perusahan Sony Music. Gitaris Simak Dialog itu kemudian memutuskan hijrah dari Sony Music saat menggarap album solonya yang keempat bertajuk ”Save For The Planet”

Di album bergambar planet tersebut Tohpati memperlihatkan seluruh kemampuannya. Idiom bermusiknya banyak dipengaruhi unsur musik Fusion hingga Progresiv. Pada album keempatnya Tohpati menggandeng  kawan karibnya basis Indro Hardjodikoro Demas Narawangsa pada drums dan saxoponist kelompok legendaris Yellow Jackets, Bob Mintzer—Tohpati juga pernah mengundang Erick Marienthal sebagai musisi tamu di album pertama— Penggarapan album keempat Tohpati jatuhk pada Demajor’s.

Perusahaan rekaman besar seperti BMG Music Indonesia pernah mengerjakan proyek rekaman Indra Lesmana, Reborn (2000) Album gemilang Indra yang merupakan comeback nya Indra ke blantika musik Jazz setelah lama vakum itu didukung musisi jazz seperti A.S Mathes,  Dewa Bujana, Ermy Kullit, Bertha serta perkusionis Ron Reeves.

Di tahun 2005 BMG kembali mendukung album Indra bertajuk ”Silver” yang merupakan album retrospeksi perjalanan bermusik seorang Indra Lesmana selama 25 tahun. Indra ingin berreuni dengan beberapa lagu yang pernah dia tulis sepanjang karier bermusiknya baik dari album solonya maupun saat membentuk kelompok yang pernah membesarkan namanya seperti NEBULA (dibangun bersama musisi Steve Hunter, Ken James dan Vince Genova, saat Indra menimba ilmu di Sidney, Australia) ataupun kelompok Java Jazz bersama Gilang Ramadhan, A.S Mathes, Donny Suhendra dan Embong Rahardjo. Sebagai catatan di album Silver Indra sukses berkolaborasi dengan beberapa musisi seperti gitaris Eet Syahranie, rapper Iwa K, Eki Puradiredja (Humania) Thomas Ramdhan (Gigi) Aksan Syuman dan  Rieka Roselan (The Groove) pada lagu ”Distorsi Jiwa” yang merupakan ekspresi keprihatinan seorang Indra atas peristiwa bom di J.W Marriot Jakarta beberapa tahun silam.

Konsep musik apapun yang ditawarkan musisi Jazz Indonesia kepada pencintanya selalu direspon baik, ada atau tidak ada promosi sebelumnya, toh Musik Jazz Indonesia  tetap survive dan mampu menjadikan dirinya sebagai tuan rumah di negerinya sendiri.
(Dicky Harisman, Penikmat Musik tinggal di Bandung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar