MENYEBUT nama Geliga,
ingatan Anda akan langsung tertuju pada sebuah merk balsam gosok. Padahal
Geliga yang saya maksud adalah kelompok Jazz dengan idiom Jazz Melayu asal
Pekanbaru. Ya! kelompok Jazz fenomenal yang dimotori Eri Bob (piano/keyboard)
ini adalah salah satu dari sekian banyak kelompok Jazz Indonesia yang jangankan
karyanya, namanyapun asing di kuping orang kebanyakan.
Nasib Geliga tidak
berbeda jauh dengan kelompok Ligro, NERA, Canzo, Heaven on Earth, Rhyo-J, Cherokee,
Co-P, ataupun Canizaro. Nama-nama kelompok ini secara musikalitas maupun
pengalaman bermusiknya sudah tak lagi diragukan, namun nama mereka masih kalah
pamor bila dibandingkan dengan kelompok musik bergenre Easy Jazz lain semisal Ecoutez
(baca Ekute), Park Drive ataupun Clorophyl yang dari sisi promosi memiliki
kesempatan dikenal lebih banyak.
Seperti sudah rembugan
sebelumnya, musisi ataupun kelompok Jazz Indonesia tidak terlalu pusing memikirkan albumnya saat
dilempar ke pasar, mencapai Best Seller
atau malah jeblok. Bagi mereka sebuah karya tidak dihitung atas
berhasil atau tidaknya karya mereka diterima penikmat musik. Banyak musisi Jazz
tanah air memutuskan untuk membuat proyek rekaman sendiri atau merger dengan
sesama musisi lalu memasarkannya pada pasar yang sudah jelas. Alasannya lebih
ke persoalan kepuasan dalam menghasilkan suatu karya.
Alhasil dengan
kondisi seperti itu hasil karya mereka menjadi eksklusif, bahkan menjadi sesuatu
yang bernilai yang hanya dapat ditemukan di gerai yang khusus menjual produk
CD/kaset Jazz Indonesia ataupun penjualan CD/kaset secara online. Kalaupun ada
yang dijual ke pasar bebas biasanya dijual dalam jumlah yang tidak terlalu
banyak. Dengan kondisi seperti ini jangan heran bila seorang penikmat musik
Jazz yang tidak terlalu rajin berselancar di internet atau bertanya kiri kanan
bertanya kepada sesama kolektor bakal ketinggalan musik Jazz terbaru.
Indra Lesmana
misalnya. CD Limited Edition yang
dikerjakan bersama Prabudidharma dan Gilang Ramadhan bertajuk Kayon “Tree Of
Life” tahun 2007 lalu, pengerjaan
albumnya dikerjakan sendiri di Inline
Record-Indra Lesmana Music. Konon CD dengan dominasi corak musik Bebop itu
dibuat khusus menjelang pertunjukkan Indra Cs ke Jerman. Langkah Indra juga pernah
dilakukan sebelumnya oleh kelompok Jazz 4peniti
di album ”4peniti” tahun 2005. Kelompok yang didalamnya dibangun oleh Zaki
(vokal-gitar), Ammy (biola-mandolin), Ari (drum-piano), Rudy (contra-bass) ini mengerjakan albumnya sendiri. Album kelompok Jazz
asal Bandung yang setiap kehadirannya
selalu disambut publik Jazz ini juga sukses di pasar musik Jazz.
Selain mereka ada
kelompok Fusion asal Jakarta, Heaven On
Earth yang membuat album Limited dan memasarkannya sendiri, kemudian gitaris
asal Denpasar Bali, Koko Harsoe yang merampungkan solo album “Mainan” tahun
2000 dimana dia berjibaku menjadi produser untuk album CD berisi delapan nomor
Jazz tersebut. Selebihnya ada juga artist yang sekaligus menjadi produser untuk
albumnya namun proses penggarapannya dipercayakan kepada perusahaan lain, sebut
saja gitaris GIGI, Dewa Bujana di albumnya ”Nusa Damai” (1997) yang banyak
diburu pencinta musik Jazz itu karena keunikan lagunya. Di albumnya Bujana
mempercayakan proyeknya kepada Chico
& Ira Productions yang pada perkembangannya banyak mengapungkan musisi handal di negeri ini, seperti
keyboardis Krishna Balagita di album “Sign of Eight” yang dirilis
tahun 2002. Sedikitnya tercatat musisi tamu seperti Indra Lesmana, Gilang
Ramadhan, Dewa Budjana, Tohpati, Indro Hardjodikoro dan Arief Setyadi mendukung proyek album
keyboardis Ada Band tersebut. Meski tergolong mahal penjualan CD ini juga
terhitung sukses.
Di luar dua album
diatas ada juga musisi/ kelompok yang
membuat album rekaman dibawah bendera Chico
& Ira Productions adalah Simak Dialog pada album ”Baur” (1999) dan ”Trance/Mission”
(2008) yang merupakan kerja barengnya dengan Musikriza.
Hal serupa juga
diikuti kelompok Jazz asal Pekanbaru, Geliga. Di albumnya ”Instrumental Jazz
Melayu Riau” Geliga mempercayakan garapan albumnya kepada MaDAS Enterprise Pekanbaru Riau yang meski dalam hasil tata suara
tidaklah begitu prima namun dari sisi musikalitas kelompok yang pernah hadir di
helatan musik ”World Jazz” Bandung yang pertama ini patut mendapat acungan jempol.
Seiring dengan
perkembangannya lalu muncul label untuk
musik asal New Orleans ini di Indonesia
seperti Indie Jazz yang ditahun 2007 lalu mengerjakan album rekaman kelompok Totong Wicaksono dkk, Canzo. Indie
Jazz juga sukses merekamkan proyek kelompok Geliga di tahun yang sama di album
”Dang Bulan Nan Julang (Malay Jazz)”
Beberapa perusahaan-perusahaan
rekaman ternama seperti Sony Music dan
BMG Music Indonesia juga ikut andil mengerjakan rekaman musik Jazz tanah air.
Sony Music misalnya, perusahaan terkenal ini berhasil mencetak album Dewa
Bujana, ”Home”, ”Gitarku” dan ”Samsara” sejak tahun 2005 serta rekaman musisi
Jazz senior Dwiki Dharmawan di album ”Nuansa” (2002). Meski tanpa gembar-gembor
sebelumnya, CD ini laris manis tanjung kimpul saat di lempar ke pasaran, hal
ini boleh jadi dimungkinkan karena nama besar yang disandang Dwiki dan musisi
yang juga mendukung proyek Dwiki seperti Dian Pramana Poetra, Oelle
Pattiselano, Steve Hunter, David Jones, Mike Stern, Richie Morales, Glenn
Willson. Seperti judul albumnya rasanya CD ini benar-benar menambah nuasa baru
bagi musik Jazz tanah air.
Kerjabareng
musisi dengan perusahaan rekaman bukanlah harga mati, musisi yang sudah tidak
terikat kontrak bisa saja memutuskan mencari perusahaan rekaman sendiri,
seperti dilakukan musisi Jazz Tohpati. Gitaris Trisum dan Simak Dialog
ini pernah mencetak tiga albumnya bertajuk ”Tohpati”, ”Serampang Samba” dan ”It’s Time” di
perusahan Sony Music. Gitaris Simak Dialog itu kemudian memutuskan hijrah dari
Sony Music saat menggarap album solonya yang keempat bertajuk ”Save For The
Planet”
Di album
bergambar planet tersebut Tohpati memperlihatkan seluruh kemampuannya. Idiom
bermusiknya banyak dipengaruhi unsur musik Fusion hingga Progresiv. Pada album
keempatnya Tohpati menggandeng kawan
karibnya basis Indro Hardjodikoro Demas Narawangsa pada drums dan saxoponist kelompok
legendaris Yellow Jackets, Bob Mintzer—Tohpati juga pernah mengundang Erick
Marienthal sebagai musisi tamu di album pertama— Penggarapan album keempat
Tohpati jatuhk pada Demajor’s.
Perusahaan rekaman
besar seperti BMG Music Indonesia pernah mengerjakan proyek rekaman Indra
Lesmana, Reborn (2000) Album gemilang Indra yang merupakan comeback nya Indra ke blantika musik Jazz setelah lama vakum itu didukung
musisi jazz seperti A.S Mathes, Dewa
Bujana, Ermy Kullit, Bertha serta perkusionis Ron Reeves.
Di tahun 2005 BMG
kembali mendukung album Indra bertajuk ”Silver” yang merupakan album
retrospeksi perjalanan bermusik seorang Indra Lesmana selama 25 tahun. Indra
ingin berreuni dengan beberapa lagu yang pernah dia tulis sepanjang karier
bermusiknya baik dari album solonya maupun saat membentuk kelompok yang pernah
membesarkan namanya seperti NEBULA (dibangun bersama musisi Steve Hunter, Ken
James dan Vince Genova, saat Indra menimba ilmu di Sidney, Australia) ataupun
kelompok Java Jazz bersama Gilang Ramadhan, A.S Mathes, Donny Suhendra dan
Embong Rahardjo. Sebagai catatan di album Silver Indra sukses berkolaborasi
dengan beberapa musisi seperti gitaris Eet Syahranie, rapper Iwa K, Eki
Puradiredja (Humania) Thomas Ramdhan (Gigi) Aksan Syuman dan Rieka Roselan (The Groove) pada lagu
”Distorsi Jiwa” yang merupakan ekspresi keprihatinan seorang Indra atas
peristiwa bom di J.W Marriot Jakarta beberapa tahun silam.
Konsep musik
apapun yang ditawarkan musisi Jazz Indonesia kepada pencintanya selalu direspon
baik, ada atau tidak ada promosi sebelumnya, toh Musik Jazz Indonesia tetap survive dan mampu menjadikan dirinya
sebagai tuan rumah di negerinya sendiri.
(Dicky Harisman, Penikmat Musik tinggal di
Bandung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar